SEJARAH PEMERINTAHAN DESA
Berdasarkan aspek yuridis formal,
maka sejarah perkembangan desa di Indonesia dapat ditelusuri melalui
implementasi berbagai produk perun-dang-undangan yang mengatur tentang desa,
mulai dari Pemerintahan Ko-lonial Belanda, masa pendudukan militer jepang, dan
masa Indonesia mer-deka.
1. Masa
Pemerintahan Kolonial Belanda
Ketentuan yang mengatur khusus tentang Desa pertama kali terda-pat dalam
REGERINGSREGLEMENT (RR) tahun 1854, yaitu pasal 71 yang mengatur tentang Kepala
Desa dan Pemerintah Desa. Sebagai pelaksa-naan dari ketentuan tersebut,
kemudian Pemerintah Kolonial Belanda
Mengeluarkan INLANDSE GEMEENTE
ORDONANTIE (IGO) pada tahun 1906, yaitu peraturan dasar mengenai Desa yang
berlaku di jawa dan Madura.
Pasal 1 IGO 1906 Staatblad Nomor
83 menyatakan:”Penguasaan Desa dijalankan oleh Kepala Desa dibantu beberapa
orang yang ditun- juk olehnya, mereka
bersama-sama menjadi Pemerintah Desa”.
Ketentuan di atas adalah yang pertama berlaku di Negara kita yang pada
waktu itu di bawah kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda me- nyangkut
kelembagaan Pemerintah Desa, Kepala Desa dipilih langsung oleh masyarakat yang
pelaksanaannya diatur dengan ketentuan Bupati.
Selanjutnya IGO menetapkan bahwa Kepala Desa dibantu oleh beberapa orang
yang “ditunjuk olehnya”. Pengertian ditunjuk
olehnya dijelaskan pada Pasal 2 ayat (2) IGO STBL No.83
berbunyi:”Tentang mengangkat/melepas
anggota-anggota Pemerintah Desa, kecuali Kepala Desa, diserahkan kepada
kebiasaan pada tempat itu”.
Untuk Desa-Desa di luar jawa
dan Madura sendiri diatur antara lain dengan:
1. Stbl.
1914 No.629, Stbl.1917 No.223 juncto Stbl.1923 No.471 untuk Ambonia;
2. Stbl.1918
No.677 untuk Sumatra Barat;
3. Stbl.1919
No.453 untuk Bangka;
4. Stbl.1919
No.1814 untuk Palembang;
5. Stbl.1922
No.574 untuk Lampung;
6. Stbl.1923
No.469 untuk Tapanuli;
7. Stbl.1924
No. 75 untuk Belitung;
8. Stbl.1924
No. 275 untuk Kalimantan;
9. Stbl.1931
No. 6 untuk Bengkulu;
10. Stbl.1931
No. 138 untuk Minahasa.
Peraturan-peraturan
tersebut dirangkum dalam INLANDSE GEMEENTE
ORDONANTIE BUITENGEWESTEEN (IGOB) yang maksud- nya IGO untuk luar Jawa dan Madura,
disingkat IGOB Tahun 1938 No.490.
Sebagai peraturan desa (pranata) tentang Pemerintahan Desa
IGO Stbl.1906 No.83 yang
berlaku untuk Jawa dan Madura, dan IGOB
Stbl. 1938 No.490 untuk daerah
luar Jawa dan Madura merupakan
landasan pokok bagi
ketentuan-ketentuan tentang susunan organisasi,
rumah tangga dan tugas
kewajiban, kekuasaan dan wewenang Peme-
rintah Desa, Kepala Desa dan
anggota Pamong Desa(Saparin,1986:31).
Adapun perbedaan
mendasar antara kedua peraturan ini menurut
Saparin (1986:31-32) adalah
antara lain:
1. Adanya
ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah Desa untuk seti-
ap
akhir triwulan membuat anggaran belanja. Dalam IGO, hal ini ti-
dak
dijumpai.
2. Ketentuan
mengenai kerja bakti bagi warga desa untuk kepentingan
umum. Di dalam IGOB warga desa yang
tidak melaksanakan kerja bakti diwajibkan membayar ganti rugi dengan membayar
sejumlah uang yang disetor ke kas desa.
3. Mengenai
masalah TANAH BENGKOK, di dalam IGOB tidak dijumpai. Hal ini disebabkan karena
di luar Jawa dan Madura tersedia banyak tanah yang bisa diusahakan oleh siapa
saja.
2. MASA
PENDUDUKAN MILITER JEPANG
Sejak pendudukan militer jepang, penyelengaraan pemerintahan desa di
Indonesia sedikit mengalami perubahan. Yaitu berdasarkan Undang-undang No.1
Tahun 1942 :
Pasal 2 berbunyi:”Pembesar Balatentara Dai Nippon memegang kekuatan
pemerintahan militer yang tertinggi dan juga segala kekuasa-an yang dahulu ada
di tangan Gubernur Jendral”.
Pasal 3 berbunyi:”Semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan
undang-undang dari pemerintah yang dahulu, tetap diakui sah buat sementara
waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer”.
Dari pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat adanya
perubahan yang berarti terhadap peraturan yang ada sebelum- nya mengenai desa
sepanjang tidak bertentangan dengan aturan peme-rintahan militer jepang.
Satu-satunya peraturan mengenai desa yang dikeluarkan oleh Pengu asa
Militer Jepang adalah OSAMU SEIREI No.7 Tahun 2604 (1944). Pera- turan ini
hanya mengatur dan merubah Pemilihan Kepala Desa (Ku-tyoo) yang menetapkan masa
jabatan Kepala Desa menjadi 4 (empat) tahun.
3. MASA
INDONESIA MERDEKA
Pemberlakuan peraturan perundang-undangan tentang Pemerintah-an Desa
pada dasarnya tidak banyak mengalami perubahan, sejak peme-rintahan kolonial
Belanda, pendudukan militer Jepang dan masa Indone-sia merdeka sebelum tahun
1979. Pandangan ini didasarkan atas fakta- fakta sejarah sebagai berikut:
a. IGO
dan IGOB berlaku efektif 1906 – 1942;
b. UU
No. 1 Tahun 1942 dan Osamu Seirei (1942 – 1945), secara substantif tetap
memberlakukan IGO/IGOB;
c. Tahun
1945 - UU No. 5 Tahun 1979.
Dalam kurun waktu yang
relatif panjang, IGO/IGOB secara tidak resmi tetap dipakai sebagai rujukan
dalam penyelenggaraan Peme-rintahan Desa sampai terbitnya UU No.5 Tahun 1979.
Melihat Kenya taan ini terkesan bahwa Pemerintah Republik Indonesia seperti ti-
dak mampu membuat peraturan Pemerintahan Desa sendiri.
Karena
di dorong kebutuhan dan guna menghilangkan kesan ti- dak mampu, pemerintah
kemudian berhasil menyusun perundang-undangan Pemerintah Desa, yaitu dengan
lahirnya UU No.19 Tahun 1965 tentang Desa Praja, yang diundangkan pada tanggal
1 Septem-ber 1965. Dua puluh Sembilan hari sesudahnya, terjadi pemberonta-kan G
30 S PKI,maka secara praktis undang-undang ini belum sem- pat dilaksanakan
dengan baik. Tap MPRS No. XXI/MPRS/1966,tang-gal 5 juli 1966 menunda berlakunya
UU No. 19 Tahun 1965. Kemu-dian dengan UU No. 6 Tahun 1969, UU No. 19 Tahun
1965 dinyata-kan tidak berlaku lagi.
Kemudian
pada masa Orde Baru lahir UU No. 5 Tahun 1979 ten-tang Pemerintahan Desa.
Secara substansial UU tersebut mengatur Desa secara seragam dan sentralistis,
dengan tujuan untuk kepen-tingan politik pemerintah pusat. Hal tersebut secara
jelas ditulis da-lam konsideran menimbang dalam UU tersebut, yaitu
bahwa”…… sesuai dengan sifat Negara
Kesatuan Republik Indonesia, maka kedu dukan Desa sejauh mungkin diseragamkan,
dengan mengindahkan keragaman Desa dan ketentuan adat istiadat yang masih
berlaku”.
Waktu
dan zaman tetap bergulir, harapan, aspirasi dan tingkat partisipasi masyarakat
terus berubah dan meningkat dalam pelak- sanaan pemerintahan,maka lahirlah era
reformasi. Pada masa ini-lah lahir UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah,yang sekaligus didalamnya mengatur penyelengaraan Pemerintahan Desa.
Perbedaan
UU No.5 Tahun 1979 dan UU No.22 Tahun 1999
No
|
Substansi
|
UU No.5 Tahun 1979
|
UU No.22 Tahun 1999
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Kedudukan
Pengertian “Pemerintah Desa”
Karakteristik
LMD/BPD
Masa jabatan
Pertanggungjawa-ban
Produk Hukum Pe-merintahan Desa
Karakteristik UU No.5/1979 dan UU
No.22/1999
|
Pemerintah Desa langsung di bawah
camat
Terdiri dari:
a.
Kepala Desa
b.
Lembaga Musya-warah Desa
(LMD)
LMD:
-Anggotanya tidak dipi-lih langsung
oleh masya rakat
-Ketua dan Sekretaris ex officio Kades
dan Sekre-taris Desa
8 Tahun
Bertanggungjawab kpd Pejabat yg
berwenang melalui camat
Keputusan Desa diatur dgn berpedoman
kpd Perda yg mendapat pe-ngesahan pejabat yg berwenang
UU No.5/1979,khusus mengatur
Pemerintah-an Desa
|
Desa di daerah Kabupaten tidak di
bawah langsung camat
a.
Pemerintah Desa:Kepa-la Desa
atau disebut de ngan nama lain dan Pe-rangkat Desa.
b.
Pemerintahan Desa ter-diri atas
Pemerintah De sa dan Badan Perwakil an Desa
BPD:
-Anggotanya dipilih langsung oleh
masyarakat.
-Pimpinan BPD dipilih dari anggotanya.
5 Tahun
Bertanggungjawab kepada rakyat melalui
BPD
Peraturan desa tdk memerlu-kan
pengesahan pejabat yg berwenang. Pedomannya Per-da yg tdk memerlukan
penge-sahan BAT yg berwenang
UU No.22/1999,mengatur Pe-merintahan
Daerah sekaligus mengatur Pemerintahan Desa
|
Kesamaan
antara IGO/IGOB, UU No. 5/1979 dan UU No.22/1999, yaitu:
1. Kepala
Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa.
2. Ada
beberapa orang tertentu membantu Kepala Desa sebagai bagian dari Pemerintah
Desa.
3. Melaksanakan
urusan rumah tangga desa.
Menurut Talizi (1991:67-68) urusan
rumah tangga desa adalah urusan-urusan yang:
1.
Secara
tradisional berdasarkan adat setempat menjadi urusan rumah tangga desa;
2.
Dalam
menyelenggarakannya (mengatur dan mengurus) desa mempu- nyai kedudukan dan
peranan desisif dan responsible;
3.
Tidak atau belum
“diambil alih” atau dijadikan urusan instansi pemerin-tah yang lebih tinggi;
4.
Tidak ter- atau
dilarang oleh ketentuan resmi yang berlaku dan lebih tinggi;
5.
Berada dalam
batas-batas kemampuan Desa;
6.
Perlu dilakukan
guna menunjang, melanjutkan, atau dalam rangka peng-gunaan pembangunan yang
dilakukan oleh Pemerintah yang lebih atas;
7.
Bersifat
mendesak, darurat, dan seperti itu, kendatipun secara hukum atau administrasi
urusan itu adalah urusan instansi yang lebih atas, guna ketertiban masyarakat
desa yang bersangkutan.
Pada tanggal 15 Oktober 2004
diterbitkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang juga
sekaligus mengatur Pemerin-tahan Desa. Berikut adalah perbedaan antara UU No.
22 Tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004.
Perbedaan UU No.22
Tahun 1999 dengan UU No.32 Tahun 2004
No
|
Substansi
|
UU No.22/1999
|
UU No.32/2004
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Kedudukan
Pengertian Pe
merintahan Desa
Karakteristik
BPD
Masa Jabatan
Status
Sekre-taris Desa
Tugas dan
Ke-wajiban Kepa-la Desa
Kewenangan
Desa
|
Desa di daerah
Kabupaten
Pemerintah
Desa dan Badan Perwakil- an Desa (BPD)
Anggota BPD di
pilih oleh Masyarakat
5
Tahun
Bagian dari
Perang-kat Desa
Diatur secara
tegas dalam pasal 101
Pasal 99 tdk
meru-muskan secara tegas atau kurang realistis dlm merumuskan ke-wenangan
desa
|
Dibentuk dalam
Pemerintah an Daerah Kabupaten/Kota
Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD)
Anggota BPD
yang mewakili penduduk Desa, ditetapkan dengan musyawarah dan mufakat
6 Tahun
Bag.dr
perangkat Desa,seca-ra bertahap diangkat menja-di PNS sesuai Peraturan
Per-undang-undangan
Diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah berdasar-kan Peraturan Pemerintah
Pasal 206
merumuskan le- bih realistis,karena ada se-bagian kewenangan peme-rintah
Kabupaten/Kota di serahkan pengaturannya ke-pada desa
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar