SISTEM PEMERINTAHAN DESA
Pengertian Sistem
Ø Secara
etimologi bahwa sistem adalah seperangkat unsure yang secara teratur
saling berkaitan, susuan yang teratur dari pandangan teori, asas atau
metode.
Ø Menurut
Ensiklopedia Indonesia (1978:3205) disebutkan bahwa sistem berasal dari
bahasa Yunani “sustema” terjemahannya “mengumpulkan” artinya adalah :
“suatu kesatuan bermacam-macam hal menjadi keseluruhan dengan
bagian-bagian yang tersusun dari dalam”.
Ø Menurut Prajudi dalam bukunya berjudul Dasar-dasar Office Management (1973:111)
sistem adalah prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut
skema atau pola yang dibuat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama
dari suatu usaha atau urusan.
Ø Menurut Sumantri dalam bukunya Sistem Pemerintahan Negara-Negara (1979:17)
sistem sebagai sekelompok bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak
dapat melaksanakan tugasnya, maka maksud yang hendak dicapai tidak akan
terpenuhi, atau setidak-tidaknya sistem yang telah terwujud akan
mendapat gangguan.
Pengertian Pemerintah
Ø Pemerintah
dalam arti luas adalah semua lembaga negara yang oleh konstitusi Negara
yang bersangkutan disebut sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan.
Sedangkan pemerintah dalam arti luas adalah semua lembaga Negara seperti
diatur dalam konstitusi suatu Negara.
Ø Pemerintah
dalam arti sempit yaitu lembaga-lembaga Negara yang memgang kekuasaan
eksekutif saja. Sedangkan pemerintah dalam arti sempit yaitu lembaga
Negara yang memegang fungsi birokrasi yakni aparat pemerintah yang
diangkat dan ditunjuk bukan dipilih.
Pengertian sistem pemerintahan desa adalah
“suatu
kebulatan atau keseluran proses atau kegiatan berupa antara lain proses
pembentukan atau penggabungan desa, pemilihan kepala desa, peraturan
desa, kewenangan, keuangan desa dan lain-lain yang terdiri dari berbagai
komponen badan publik seperti Perangkat Desa, Badan Pemusyawaratan
Desa, dan Lembaga Kemasyarakatan Desa”.
Unsur yang merupakan karakteristik dari sebuah Desa :
a. Penduduk Desa
Adalah
setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah desa yang bersangkutan
selama waktu tertentu, biasanya dalam waktu 6 bulan atau satu tahun
berturut-turut, menurut peraturan daerah yang berlaku.
b. Daerah atau Wilayah Desa
Wilayah
desa harus memiliki batas-batas yang jelas, berupa batas alam seperti
sungai, jalan dan sebagainya atau batas buatan seperti patok atau pohon
yang dengan sengaja ditanam. Tidak ada ketentuan defenitif tentang
berapa jumlah luas minimal atau maksimal bagi wilayah suatu desa.
c. Pemimpin Desa
Adalah
badan yang memiliki kewenangan untuk mengatur jalannya pergaulan social
atau interaksi masyarakat. Pemimpin Desa disebut Kepala Desa atau
dengan sebutan lain sesuai dengan tempat wilayahnya.
d. Urusan atau Rumah Tangga Desa
Kewenangan
untuk mengurus kepentingan rumah tangga desa, atau yang dikenal dengan
otonomi desa. Otonomi desa berbeda dengan otonomi daerah karena merupakan
otonomi asli desa yang telah ada dari jaman dahulu, dimana hak otonomi
bukan dari pemberian pemerintah atasan, melainkan dari hukum adat yang
berlaku.
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DESA
Perkembangan
pemerintahan desa berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang
pemerintahan desa yang pernah berlaku semenjak jaman Hindia-Belanda
sampai dengan UU 32 Tahun 2004
a. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Berdasarkan
Undang-undang Hindia Belanda, penduduk negeri / asli dibiarkan di bawah
langsung dari Kepalanya-kepalanya sendiri atau pimpinan. Pengaturan
lebih lanjut diatur dalam IGO dan IGOB (Inlandsche Gemeente Ordonnate Buitengewesten). Nama
dan jenis pesekutuan masyarakat asli ini adalah Persekutuan Bumi
Putera. Persekutuan masyarakat asli di Jawa dan di Bali disebut Desa.
b. Masa Awal Kemerdekaan
Sewaktu
awal pemerintahan pemerintah belum sempat mengatur pemerintahan desa
sehingga IGO/B tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya Undang-undang
baru.
c. Masa Orde Lama
yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Praja Desa
Masa
orde baru Masa Orde Baru ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1979 tentang
pemerintahan desa. Undang-undang ini bertujuan untuk mengatur kedudukan,
nama, bentuk, ukuran, susunan, dan tugas kewajiban Pemerintahan Desa.
UU ini sekaligus bertujuan untuk mengatur Desa dari segi pemerintahannya
secara seragam untuk seluruh wilayah di Indonesia.
d. Atas dasar pertimbangan UU No. 5 Tahun 1979
sudah
tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945, dan perlunya mengakui dan
menghormatihak asal-usul yang bersifat istimewa, sehingga undang-undang
ini perlu diganti/dicabut. Penggantian UU ini ditetapkan semenjak
dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana
pasal-pasal pada ayat ini diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 76
Tahun 2005.
e. Dalam Era Revormasi UU No. 22 Tahun 1999
diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 dimana diakui adanya otonomi desa
dalam keanekaragaman serta demokratisasi pemerintahan desa. Pengaturan
lebih lanjut tentang Desa tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 72
Tahun 2005 tentang Desa.
Pembentukan Desa terjadi disamping melalui prakarsa masyarakat juga memperhatikan 2 (dua) hal penting.
a. Asal-usul Desa
Dapat
dipahami sebagai asal mula desa berstatus yang menjadi wilayah suatu
Desa, kemudian statusnya meningkat menjadi suatu Desa. Atau dapat
dikatakan wilayah baru yang didiami sejumlah penduduk yang baru
ditransmigrasikan ssecara keseluruhan kepada Desa tersebut. Syarat
pembentukan desa dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005,
diantaranya :
Ø Jumlah penduduk
Ø Luas wilayah
Ø Bagian wilayah Kerja
Ø Perangkat
Ø Sarana dan prasarana pemerintahan dan perangkat
Pembentukan desa dapat berupa :
Ø Penggabungan beberapa desa
Ø Penggabungan bagian desa yang bersandingan
Ø Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih
Ø Pembentukan desa di luar desa di luar desa yang sudah ada
b. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Desa yang kondisi masyarakatnya dan wilayahnya tidak memenuhi persyaratan dapat dihapus
Dalam
PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (5) menyatakan desa yang kondisi
masyarakatnya dan wilayahnya tidak memenuhi persyaratan dapat dihapus
atau digabung sesuai dengan potensi dan kondisi desa.
Apabila
terjadi suatu Desa dihapus, kemudian digabungkan dengan desa yang lain
(desa tetangga), bersama-sama membentuk suatu Desa yang baru dengan nama
yang baru pula. Motif mengapa suatu Desa digabung dengan Desa lain,
tidak begitu urgen selama itu tidak menurunkan efesiensi pemerintahan.
Artinya bahwa penghapusan dan penggabungan Desa tidak di dasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sujektif tapi dilakukan atas dasar
objektifitas fakta lapangan seperti kepadatan penduduk dan pelayanan,
pengembangan Desa dan ekonomi desa atau perencanaan tata ruang wilayah
pemerintah kabupaten umumnya.
Proses Pemilihan Kepala Desa Hingga Pemberhentiannya
· Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi kepala desa menurut PP No. 72 Tahun 2005
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Setia
kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta Pemerintahan;
c. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau sederajat;
d. Berusia paling rendah 25 Tahun;
e. Bersedia di calonkan menjadi kepala desa;
f. Penduduk desa setempat;
g. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun;
h. Tidak dicabut hak pilihnya sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekutan hukum tetap;
i. Belum pernah menjabat sebagai kepala desa paling lama 10 tahun atau dua kali masa jabatan;
j. Memenuhi syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/kota
- Dalam pemilihan calon kepala harus adanya/dibentuk kepanitiaan.
a. Anggota panitia tersebut dibentuk oleh BPD yang terdiri dari unsur-unsur :
3. Unsur perangkat desa
4. Pengurus Lembaga Kemasyarakatn
5. Tokoh masyarakat
b. Manfaat dari adanya panitia-panitia tersebut yaitu :
1. Membantu BPD di dalam mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan kepala desa;
2. Membantu di dalam melakukan pemeriksaan identitas bakal calon kepala desa berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan;
3. Membantu di dalam pemungutan suara saat pemilihan kepala desa;
4. Memberikan laporan yang jelas mengenai pelaksanan pemilihan kepala desa kepada BPD;
5. Membantu di dalam menseleksi atau penjaringan bakal calon kepala desa oleh panitia pemilihan.
· Pelaksanaan pelantikan kepala desa terpilih dapat dilakukan di desa di hadapan masyarakat.
Karena
pelaksanaan pemilihan kepala desa harus dilakukan di depan masyarakat
agar didalam pemilihan tidak ada tindakan kecurangan, sehingga
masyarakat bisa lebih percaya bahwa kepala desa telah terpilih murni
dari kemenangan jumlah suara masyarakat.
Yang berhak melantik kepala desa adalah bupati atau walikota
yang disampaikan oleh BPD malalui camat. Pelantikan paling lama 15 hari
hari terhitung tanggal penerbitan keputusan bupati/walikota. Pelantikan
dilaksanakan di depan masyarakat, selanjutnya sebelum memangku jabatan
kepala desa mengucapkan sumpah/janji jabatan.
Masa jabatan kepala desa yaitu 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Yang mendasari kepala desa diberhentikan dari masa jabatannya yaitu :
Menurut pasal 17 PP No. 72 Tahun 2005 menjelaskan kepala desa berhenti karena :
1. Meninggal dunia
2. Pemutusan sendiri
3. Diberhentikan
Sementara itu kepala desa diberhentikan apabila :
a. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut salama 6 bulan;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;
d. Dinyatakan melanggar janji/ sumpah jabatan;
e. Tidak melaksanakan kewajiban kepala desa;
f. Melanggar larangan bagi kepala desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Kedudukan
BPD sejajar dengan pemerintahan desa maksudnya BPD merupakan mitra
kerja pemerintah desa, memiliki kedudukan sejajar dalam menjalankan
pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan pasal
34 PP No.72 Tahun 2005, BPD bersama kepala desa menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
a. Wewenang BPD
1. membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
2. melaksanakan pengawasan terhadap pelakasanaan pereturan desa dan peraturan kepala desa.
3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa;
4. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;
5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
6. Menyusun tata tertib BPD.
b. Hak dan kewajiban anggota BPD
Anggota BPD mempunyai hak :
1. Mengajukan rancangan peraturan desa
2. Mengajukan pertanyaan
3. Menyampaikan usul dan pendapat
4. Memilih dan dipilih
5. Memperoleh tunjangan
Anggota BPD mempunyai kewajiban :
1. Mengamalkan
pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan.
2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan des.
3. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
5. Memproses pemilihan kepala desa
6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
7. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.
8. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil karena didalam melakukan suatu votting
suara untuk membuat suatu keputusan tidak terjadi jumlah suara yang
sama, sehingga teradapat pemenang dan yang kalah dan juga dengan
memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan
desa.
Prosedur/ cara memilih ketua dan wakil ketua BPD
Pimpinan
BPD diplih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD
yang dilakukan secara khusus. Untuk menentukan ketua dan wakil ketua
diadakan rapat pertama yang dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu
oleh anggota termuda.
Masa jabatan BPD yaitu 6 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Yang berwenang untuk menetapkan dan mengesahkan anggota BPD yaitu Bupati/walikota melalui keputusan Bupati/walikota.
5 larangan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota BPD yaitu:
1. Sebagai pelaksana proyek desa.
2. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain.
3. Melakukan
korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan jasa dari
pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya.
4. Menyalahgunakan wewenang.
5. Melanggar
sumpah/janji jabatan dan peresmian anggota BPD sebagai mana dimaksud
dalam pasal 30 ayat 1 ditetapkan dengan keputusan bupati/ walikota.
Organisasi dan Hubungan Kerja Pemerintahan Desa
Tata Kerja Pemerintahan Desa.
Kepala Desa mempunyai wewenang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD, mengajukan Rancangan Peraturan Desa, menetapkan
Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD, menyusun
dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDes untuk dibahas
dan ditetapkan bersama BPD, membina kehidupan masyarakat Desa, membina
perekonomian Desa, mengkordinasikan pembangunan desa secara
partisipatif, mewakili desanya didalam dan diluar Pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kepala
Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada Bupati, memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat
Sekretariat
Desa merupakan unsur Staf Pemerintah Desa dipimpin oleh seorang
Sekretaris Desa sebagai perangkat desa yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Sekretaris Desa, Kepala Seksi dan Kepala Dusun bertanggung jawab kepada Kepala Desa sedangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya Kepala Urusan bertanggung jawab kepada Sekretaris Desa.
· Hubungan kerja internal
dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu hubungan kerja antara kepala
desa dengan perangkat desa, dimana kepala desa memiliki hubungan kerja
didalam pengambilan keputusan, pemberian arahan dan motivasi, sedangkan
perangkat desa melaksanakan keputusan dan memperhatikan arahan dan
keteladanan dari kepala desa.
· Hubungan kerja eksternal
dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu hubungan kerja antara kepala
desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dimana kepala desa
memiliki hubungan kerja didalam menatapkan kebijakan bersama BPD dan
menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan BPD.
· Pembagian tugas antara Kepala Desa dengan Perangkat Desa yaitu sebagai berikut :
1. Kepala
desa bertugas dalam pengambilan keputusan, pemberian arahan dan
motivasi serta keteladanan, sedeangkan perangkat Desa melaksanakan
keputusan serta memperhatikan arahan dan keteladanan dari kepala desa.
2. Hubungan kerja kepala desa dengan perangkat
desa akan muncul dalam pelayanan seperti : pelayanan administrasi,
keuangan, kepegawaian dan tata surat menyurat bagi sekretaris desa.
3. Hubungan
kerja dengan kepala dusun sebagai pembantu kepala desa mengenai unsur
kewilayahan yang terfokus dalam bentuk pengoordinasian tugas-tugas Rukun
Tetangga/ Rukun Warga dan tugas perwakilan kepala desa di setiap dusun
yang ada.
Organisasi
adalah
suatu kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang
diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada.Organisasi ialah
suatu wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Ciri-ciri organisasi ialah:
1) terdiri daripada dua orang atau lebih,
2) ada kerjasama,
3) ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain,
4) ada tujuan yang ingin dicapai.
Menurut para ahli :
James D. Mooney
Organisasi adalah sebagai bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama
John D. Millet
Organisasi
adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang
diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama
Herbert. A. Simon
Organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang
Chester L. Barnard
Organisasi
adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua orang atau
lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang
sebagian besar tentang persoalan silaturahmi
Dwight Waldo
Organisasi
adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan-kewenangan dan
kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem
administrasi
Luther Gulick
Organisasi
adalah sebagai suatu alat saling hubungan satuan-satuan kerja yang
memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan dalam struktur
kewenangan; dus dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh
perintah para atasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak
sampai ke dasar dari seluruh badan usaha.
Organisasi Pemerintahan Desa adalah
Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Kepala Desa memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD.
Kepala Desa menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk di bahas dan ditetapkan bersama BPD
kepala desa memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD
Hubungan kerja kepala desa dengan Perangkat Desa
* Kepala desa dan Perangkat Desa ialah pemerintah desa.
* Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
* Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa bertanggungjawab kepada kepala desa.
* Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa.
* Pengangkatan Perangkat Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
KEWENANGAN DESA DAN WACANA
OTONOMI UNTUK DESA
Pasal 206 UU No.32 tahun 2004 menyatakan bahwa urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan per-Uuan diserahkan kepada Desa.
PP No. 72 Tahun 2005 tentang desa, pasal 7 kewenangan desa, urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa, mencakup :
a. Urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
Yang
dimaksud dengan kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa adalah hak
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan asal usul, adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan seperti subak, jogoboyo, jogotiro,
sasi, mapalus, kaolotan, kajaroan, dan lain-lain. Pemerintah daerah
mengidentifikasikasi jenis kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan
mengembalikan kewenangan tersebut,yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Kota.
b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
Pemerintah
Kabupaten/Kota melakukan identifikasi, pembahasan dan penetapan
jenis-jenis kewenangan yang diserahkan pengaturannya kepada desa,
seperti kewenangan di bidang pertanian, pertambangan dan energi,
kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian,
ketanagakerjaan, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan, sosial,
pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, perikanan, politik dalam
negri dan administrasi publik, otonomi desa, perimbangan keuangan, tugas
pembantuan, pariwisata, pertanahan, kependudukan, kesatuan bangsa dan
perlindungan masyarakat, perencanaan, penerangan/informasi dan
komonikasi.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Yang
wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta
sumber daya manusia, dan berpedoman pada peraturan per UU-an. Desa
berhak menolak melaksanakan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan
pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia.
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan per UU-an diserahkan kepada desa.
Kewenangan delegatif adalah kewenangan yang merupakan pengakuan, jadi otonomi desa secara pengakuan merupakan otonomi yang mandiri, sedangkan
Kewenangan atributif adalah kewenangan pembarian yang artinya otonomi desa diberikan kewenangan sesuai dengan kemampuan desa tersebut.
Wacana otonomi Desa antara lain :
Pada
tingkat pemikiran teoretis, wacana otonomi desa sebenarnya dapat dicari
pendasarannya, langsung atau tidak langsung, ke dalam rimba teori
postmodernisme. Ketika dekonstruksi terhadap sejumlah wacana modernisme
digalakkan oleh postmodernisme, maka sentralisasi, penyeragaman dan
hirarki dalam pengelolaan sistem/unit kehidupan adalah sebagian dari
wacana yang didekonstruksi tersebut, lalu muncul desentralisasi,
penghargaan terhadap keragaman, dan pengembangan jaringan horizontal
sebagai wacana penggantinya. Homogenisasi struktural dan kultural, yang
menempatkan struktur dan kultur masyarakat Barat sebagai tipe idealnya,
diganti dengan gerakan multistruktural dan multikultural yang menghargai
setiap realitas lokal/spesifik
1.
Dalam pendekatan pembangunan, pemikiran ke arah otonomi desa,
sebenarnya juga sudah bisa dilacak cikal-bakalnya, ketika berbagai
pelajaran dari implementasi program/proyek pembangunan menunjukkan
betapa signifikannya pengaruh lembaga/organisasi tingkat lokal bagi
kesuksesan atau kegagalannya
2. Menunjuk pada unit lokal, secara administratif dan
sosiogeografis, untuk konteks Indonesia, perhatian kita akan otomatis
tertuju pada entitas desa. Desa adalah unit lokal yang paling
signifikan, yang di dalamnya sejumlah lembaga/organisasi beroperasi
dalam memenuhi berbagai tujuan/kebutuhan hidup rumah tangga warganya.
Untuk konteks Indonesia, implementasi Undang-Undang Nomor 22/1999
tentang Pemerintahan Daerah, telah semakin memperkuat argumen ke arah pemikiran otonomi desa. Ketika UU No.22/1999 menempatkan unit administratif kabupaten dan kota sebagai
basis otonomi, timbul pertanyaan apakah dengan itu Lebih jauh tentang
pengaruh implikatif pemiikiran postmodernisme terhadap manajemen
pembangunan pada berbagai negara berkembang dapat dilihat pada,
misalnya, Keith Gardner and David Lewis (1996), Anthropology,
Development and the Postmodern Challenge, London: Pluto Press.
Kerangka
konseptual dan berbagai kasus tentang peranan lembaga dan organisasi
lokal dalam pembangunan dapat ditelusuri pada: Norman Uphoff, 1986,
Local Institutional Development, Ithaca: Cornell University Press; M.
J. Esman dan N. Uphoff, 1984, Local Organization: Intermediaries in
Rural Development, Ithaca:Cornell University Press; A. Krisna, N. Uphoff
dan M.J. Esman, 1997 (Eds.), Reasons for Hope: Instructive Experiences
in Rural Development, New Delhi:Vistaar Publications; Norman Uphoff,
M.J.Esman dan A. Khrisna, 1998, Reasons for Succes: Learning from
Instructive Experiences in Rural Development, West Hartford: Kumarian
Press.
eksistensi
desa akan otomatis mengalami kemajuan ke arah otonomi, atau justeru
tetap akan tersubordinasi sebagaimana pada masa lalu? Implementasi
otonomi daerah sekaligus menggulirkan pemikiran dan gerakan ke arah
implementasi otonomi desa.Bahwa selama ini, di bawah payung teori
modernisasi pengelolaan negara dan pelaksanaan pembangunan telah
menempatkan desa sebagai unit yang tersubordinasi oleh struktur di atasnya, telah tersadari oleh berbagai pihak bahwa
kondisi demikian tidak sesuai lagi dengan semangat zaman. Desa idealnya
kembali memiliki otonomi di dalam mengatur dirinya. Tetapi, di balik
kesadaran tentang perubahan semangat zaman tersebut, juga harus
tersadari dari awal bahwa romantisme masa lalu tentang otonomi desa
tidak sepenuhnya bisa dijadikan acuan. Otonomi desa yang perlu digagas
dan diimplementasikan adalah otonomi desa yang sesuai dengan semangat
zaman saat ini.
Untuk
keperluan demikian, pergulatan konseptual dan pemahaman empirik,
sebagai dasar bagi gerakan untuk perwujudan otonomi desa dimaksud,
memang menjadi keniscayaan. Secara akademik-teoretis kita memerlukan
penajaman konsep dan metode, secara emprik-realistik kita memerlukan
pemahaman situasi berbagai kasus desa, untuk sampai pada sebuah gerakan
otonomi desa, baik dalam advokasi perundangan dan kebijakan maupun dalam
pemberdayaan masyarakat desa sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar